Review Teori Belajar

REVIEW TEORI BELAJAR SISWA 

       Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembelajaran di kelas. Salah satu faktor penting yaitu dari segi guru sendiri sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan yang langsung berinteraksi dengan subjek belajar yaitu siswa. Guru dalam menjalankan tugas dan perannya dalam pembelajaran berpengaruh secara langsung dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran yang dilaksanakannya. Peran dan tugas guru memang tidak dapat dikatakan ringan. Berbagai peran dan tugas guru antara lain adalah sebagai pendidik, fasilitator, dinamisator, motivator, dan peran lainnya. Untuk mendukung peran dan tugasnya dalam proses pembelajaran, guru harus membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan pendidikan. Hal ini dilakukan agar guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Guru dapat meningkatkan kompetensinya dengan menggunakan filsafat long life education. Bahwa belajar adalah proses yang tidak akan berhenti dalam kehidupan seseorang. Bahkan guru pun harus mau belajar sebagai mana mereka menyuruh muridnya untuk giat belajar. Belajar dapat kita lakukan dari berbagai sumber referensi, pengalaman orang lain, bahkan dari murid kita sendiri. Belajar dari murid memberikan pengetahuan bagi guru tentang apa yang dibutuhkan siswa. Karena pada hakekatnya belajar adalah proses aktivitas siswa membangun pengetahuannya, sehingga peran guru hanyalah sebagai fasilitaor dan dinamisator untuk mendukung aktivitas siswa tersebut. Jadi proses pembelajaran berlangsung berpusat pada siswa (student centered) dan guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru adalah mengenai berbagai teori belajar siswa untuk mengetahui bagaimana pola pikir siswa. Hal ini penting bagi guru untuk mengetahui karakteristik siswa, pola perkembangan kognitf siswa dan proses sosial terkait dengan pola nteraksi siswa yang berpengaruh terhadap proses pemahaman. Dalam dunia pendidikan terdapat berbagai macam teori pembelajaran yang menjadi acuan dan pengetahuan bagi guru dalam mempertimbangkan aspek siswa, karakteristik perkembangan siswa, dan teori-teori yang terkait dengan praktek pembelajaran. Teori-teori belajar hadir dari berbagai pemikiran dan hasil penelitian para tokoh dan ahli yang peduli terhadap pendidikan. Berbagai teori tersebut mengalami revisi dari tahun ke tahun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan eknologi serta kebutuhan manusia. Berbagai teori belajar tersebut menjadi bekal bagi guru dalam melaksankaan praktek pembelajaran di kelas agar dapat memfasilitasi siswa memperoleh dan membangun pengetahuannya sendiri. Di antara beberapa teori belajar tersebut masih terdapat kekurangan atau kelemahan jika diaplikasikan dengan konteks sosial, budaya, inteligensi, dan karakter siswa di Indonesia. Oleh sebab itu, diperlukan sikap bijak dari guru untuk memilah dan memilih berbagai teori belajar tersebut yang sesuai dengan kultur sosial budaya dan faktor inteligensi siswa. Guru dapat mengkolaborasikan beberapa teori belajar yang sesuai atau mendekati dengan karakteristik pendidikan di Indonesia. Berikut ini bagan, skema yang menggambarkan hubungan antara beberapa teori belajar menurut analisis saya setelah membaca beberapa referensi baik dari buku, web pada link yang terdapat di http://powermathematic.blogspot.com : 

 

Berikut ini penjelasan keterkaitan dan hubungan berbagai macam teori belajar siswa dan aplikasinya dalam pembelajaran: 
1. Teori Behavior (Behavior Theory) 
     Teori behhavior menjelaskan bahwa perubahan perilaku dalam proses pembelajaran dihasilkan dari rangsangan tertentu lingkungan. Teknik behavioris yang digunakan di dalam kelas untuk membentuk perilaku, terutama ketika berhadapan dengan manajemen kelas. Guru menggunakan penguatan positif, seperti penghargaan dan pujian, untuk memperkuat perilaku positif dan hukuman untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan. Teknik behavior ini digunakan untuk mengatasi masalah perilaku siswa yang kronis dan menghambat proses pembelajaran yang dikenal dengan ABA (Applied Behavior Analysis). Teori behavior ini memiliki beberapa kelemahan di antaranya: 
a. tidak mengembangkan motivasi instrinsik 
b. pemberian penguatan hanya untuk mengembangkan motivasi ekstrinsik. 
c. Belajar untuk hafalan dengan drills and practice. 
d. Tugas menjadi berpusat pada guru jika model behavioris digunakan untuk instruksi. 
e. Behavioris mengabaikan fungsi-fungsi internal terkait dengan fungsi otak dalam kaitannya dengan     motivasi, memori dan pemahaman.

2. Teori belajar sosial (Social Learning Theory) 
        Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert Bandura yang berpendapat bahwa belajar adalah proses kognitif yang terjadi dalam konteks sosial dan dapat terjadi secara murni melalui observasi atau instruksi langsung, bahkan tanpa adanya penguatan langsung. Selain pengamatan perilaku, pembelajaran juga terjadi melalui pengamatan imbalan dan hukuman. Teori ini memperluas teori perilaku tradisional, di mana perilaku diatur sendiri oleh penguat, dengan menempatkan penekanan pada peran penting dari berbagai proses internal pada individu yang sedang belajar. Teori belajar sosial (social learning Theory) merupakan perpaduan antara Teori Perilaku (Behavior Theory) dan Teori pembelajaran kognitif sosial (Social Cognitive Theory). 
Bandura dan Walters pada tahun 1963 menjelaskan lebih rinci dan lebih lanjut pada tahun 1977 tentang prinsip-prinsip kunci dari teori pembelajaran sosial adalah sebagai berikut:
a. Belajar tidak murni perilaku; tetapi merupakan proses kognitif yang terjadi dalam konteks sosial. 
b. Belajar dapat terjadi dengan mengamati perilaku dan dengan memperhatikan konsekuensi dari      
    perilaku. 
c. Belajar melibatkan observasi, ekstraksi informasi dari pengamatan, dan membuat keputusan tentang kinerja perilaku (belajar observasional atau modeling). Dengan demikian, pembelajaran dapat terjadi tanpa perubahan diamati dalam perilaku. 
d. Penguatan berperan dalam belajar, tetapi tidak sepenuhnya bertanggung jawab untuk belajar. 
e. Pelajar bukanlah penerima informasi secara pasif. Kognisi, lingkungan, dan perilaku semua saling mempengaruhi satu sama lain (determinisme timbal balik). 
f. Teori belajar sosial sangat menarik pada konsep pemodelan, atau belajar dengan mengamati perilaku. 
Bandura menguraikan tiga jenis pemodelan sebagai rangsangan bagi siswa dalam belajar yaitu: 
a. Model hidup Seseorang yang menjadi teladan bagi siswa yang menunjukkan perilaku yang baik atau diinginkan untuk ditiru. 
b. Instruksi lisan Di mana seorang individu menggambarkan perilaku yang diinginkan secara detail dan menginstruksikan peserta bagaimana untuk menirukan perilaku tersebut. 
c. Simbolis Modeling terjadi melalui media, termasuk film, televisi, internet, literatur, dan radio. Rangsangan dapat berupa karakter baik yang nyata maupun fiksi. Informasi yang tepat diperoleh dari pengamatan yang dipengaruhi oleh jenis model yang digunakan, serta serangkaian proses kognitif dan perilaku. 
Berikut ini proses kognitif yang mempengaruhi dalam pemahaman seseorang: 
a. Perhatian Perhatian dipengaruhi oleh karakteristik pengamat (misalnya, kemampuan perseptual, kemampuan kognitif, gairah, pengalaman masa lalu) dan karakteristik perilaku atau peristiwa (misalnya, relevansi, kebaruan, nilai afektif, dan nilai fungsional).
b. Ingatan Pengamat harus mampu mengingat fitur perilaku. Proses ini dipengaruhi oleh karakteristik pengamat (kemampuan kognitif, latihan kognitif) dan karakteristik perilaku (kompleksitas).
c. Reproduksi Karakteristik pengamat mempengaruhi reproduksi termasuk kemampuan fisik dan kognitif dan pengalaman sebelumnya.
d. Motivasi Proses belajar dipengaruhi oleh adanya tidaknya motivasi dalam diri seseorang, harapan yang ingin dicapai dan konsekuensi yang dihadapi.
       Salah satu faktor penting dalam teori pembelajaran sosial adalah konsep determinisme timbal balik, yaitu perilaku individu dipengaruhi oleh lingkungan, dan lingkungan juga dipengaruhi oleh perilaku individu. Dengan kata lain, perilaku seseorang, lingkungan, dan kualitas pribadi semua saling mempengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh, seorang anak yang bermain video game kekerasan kemungkinan akan mempengaruhi rekan-rekan mereka untuk bermain juga, yang kemudian mendorong anak untuk bermain lebih sering. Hal ini bisa mengakibatkan anak menjadi tidak peka terhadap kekerasan, yang pada gilirannya kemungkinan akan mempengaruhi perilaku kehidupan nyata anak.
Aplikasi dalam pembelajaran:
a. Memberikan pengalaman belajar kepada siswa secara langsung sehingga belajar merupakan aktivitas siswa agar dapat memahami materi pelajaran.
b. Penggunaan berbagai jenis media yang bervariasi untuk memfasilitasi siswa dalam belajar sehingga dapat embangkitkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar.
c. Penggunaan media yang bervariasi dan menarik memungkinkan munculnya perhatian siswa dan meningkatkan daya ingatan siswa.
d. Pemilihan metode yang tepat karena setiap siswa memiliki kemampuan kognitif yang berbeda-beda.

3. Teori kognitif sosial (Social Cognitive Theory)
       Teori Kognitif Sosial adalah teori belajar didasarkan pada gagasan bahwa orang belajar dengan mengamati orang lain ( perilaku seseorang) dan dipengaruhi oleh faktorlingkungan dan faktor konisi seseorang. Sebagai contoh, setiap perilaku yang disaksikan dapat mempengaruhi cara seseorang berpikir (kognisi), lingkungan dimana seseorang tumbuh dan berkembang juga memperngaruhi perilaku. Orang belajar dengan mengamati orang lain dipengaruhi oleh interaksi dari tiga faktor penentu yaitu:
a. Personal Pengaruh self-efficacy yang dimiliki seseorang akan menentukan perilaku. contoh dalam pembelajaran siswa yang memiliki self efficacy tinggi akan memiliki kemampuan perilaku dan pola pikir (kognisi) untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dengan sungguh-sungguh.
b. Perilaku Respon individu setelah mereka melakukan perilaku yang diinginkan. Contoh dalam pembelajaran guru memberikan kesempatan dan pengalaman kepada siswa untuk melakukan sendiri dengan benar suatu percobaan sehingga ia dapat membangun sendiri pengetahuannya.
c. Lingkungan Aspek lingkungan atau pengaturan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk      berhasil menyelesaikan perilaku. Aplikasinya dalam pembelajaran yaitu guru membuat kondisi lingkungan yang kondusif untuk meningkatkan self-efficacy dengan memberikan dukungan dan bahan yang tepat).
   
    Kemampuan seseorang dalam belajar dari perilaku seseorang menurut teori kognitif sosial dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu:
a. Modeling. Seseorang dapat belajar dari perilaku seseorang sehingga dapat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku mereka. Pemodelan dapat berasal dari orang yang menjadi idola, media baik cetak maupun audio visual.
b. Perhatian Seseorang akan memperhatikan suatu perilaku tergantung pada relevansinya, nilai fungsional, kompleksitas dari perilaku tersebut sesuai dengan kemampuan kognitif dan penilaian seseorang.
c. Retensi Kemampuan seseorang untuk mengulangi perilaku sesuai yang diamati. Perilaku positif yang menimbulkan penguatan positif akan diulang oleh seseorang.
d. Produksi, Kemampuan seseorang untuk belajar dan menirukan perilaku ydiinginkan yang diamati seseuai dengan konteks masa depan. Motivasi Proses, adalah ketika perilaku akan terulang tergantung pada respon dan konsekuensi pengamat menerima ketika menghidupkan kembali perilaku. Modeling tidak terbatas pada model hidup, perilaku verbal dan tertulis merupakan bentuk tidak langsung dari modelling. Modelling dapat mendorong siswa untuk belajar perilaku tertentu dan mengulanginya dengan cara yang benar, tetapi juga dapat menghambat perilaku tertentu.

Aplikasi Social Cognitive Theory dalam pembelajaran:
1. Memberikan model keterampilan, perilaku dan informasi bagi peserta didik menggunakan berbagai     macam model baik model hidup, verbal, simbolis.
2. Guru dapat menjadi model perilaku yang tepat dan untuk memberi contoh kepada peserta didik      untuk model pengetahuan, perilaku dan keterampilan.
3. Guru dapat mendorong siswa memiliki self-efficacy dengan membantu mereka dalam menetapkan tujuan yang realistis, menantang dan dapat dicapai
4. Guru menerapkan pembelajaran kolaboratif,pengamatan, dan latihan untuk mendiskusikan suatu topik materi tertentu.
5. Guru memberikan umpan balik secara langsung untuk meningkatkan motivasi siswa.
6. Guru merancang pembelajaran yang melibatkan kerja sama dan kegiatan observasi untuk meningkatkan perhatian, retensi dan prosuksi, serta motivasi.
7. guru harus mampu menjadi model bagi siswa dengan memberikan keteladanan yang dapat ditiru oleh siswa.
8. Guru harus mampu membangun self afficacy siswa dengan memberikan motivasi sehingga memiliki kepercayaan akan kemampuan yang dimiliki dalam mencapai suatu tujuan. Self afficacy yang dimiliki siswa akan mempengaruhi kognisi,afeksi, dan motivasi instrinsik yang mendorong siswa lebih maju.
9. Memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada siswa sehingga siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya.
10. Menciptakan suasana dan lingkungan belajar yang kondusif dalam proses pembelajaran.

4. Cognitive Information Processing (CIP)
         Teori-teori pemrosesan informasi berfokus pada bagaimana orang memperhatikan peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan, bagaimana mereka mengkodekan informasi bahwa dengan menghubungkannya dengan pengetahuan saat ini disimpan dalam memori, bagaimana informasi baru disimpan dan akhirnya, bagaimana informasi yang kemudian diambil bila diperlukan (Schunk, 2004). Oleh karena itu, pemrosesan informasi berfokus pada proses kognitif. CIP menggambarkan bagaimana proses kognitif kita seperti perhatian, persepsi, pengkodean, penyimpanan, dan pengambilan pengetahuan dibangundalam struktur otak manusia sebagi pusat berpikir, di mana rangsangan memasuki Sensory Register kemudian menuju ke Short Term Memory, melalui latihan dan encoding mereka bisa disimpan dalam memori jangka panjang (Long Term Memory). Proses pengambilan informasi dapat melalui cara mengakses informasi dari LTM dan membawanya ke Memori Kerja untuk digunakan. Tidak seperti behavioris, teori Information Processing tidak percaya pembelajaran yang didasarkan pada membuat hubungan antara stimulus dan respon (Schunk, 2004). Mereka cenderung lebih fokus pada proses internal yang terlibat antara stimulus dan respon daripada kondisi eksternal. Oleh karena itu, peserta didik adalah agen aktif dalam mencari dan mengolah informasi yang berasal dari lingkungan.
Tiga keyakinan umum di kalangan ahli teori Information Processing adalah:
a. Pengolahan informasi terjadi secara bertahap (Schunk, 2004).
b. Pengolahan informasi digunakan dalam semua kegiatan kognitif termasuk mengamati, berlatih, berpikir, pemecahan masalah, mengingat, melupakan, dan pencitraan (Schunk, 2004).
c. Ketika seseorang bertemu stimulus, informasi diproses dan disimpan dalam 3 tahap yang berbeda yaitu:
1) Memori sensorik Pada tahap ini, otak menerima masukan berdasarkan panca indera, masukan tersebut diubah menjadi kenangan kecil dan kemudian ditransfer ke memori jangka pendek atau memori kerja Jika tidak ada perhatian terhadap masukan tersebut, memori hilang (Huitt, 2003).
2) Jangka Pendek / Memory Kerja Pada tahap ini, informasi dalam kesadaran kita segera disimpan (Schunk, 2004). Informasi di sini hanya akan berlangsung antara 15 dan 20 detik kecuali informasi tersebut diulang-ulang atau berkaitan dengan pengetahuan yang ada sebelumnya. Jika koneksi ini dibuat maka informasi tersebut pindah ke memori jangka panjang.
3) Memori Jangka Panjang Informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang diatur dalam berbagai cara dengan berbagai koneksi yang berbeda antara potongan informasi. Memori jangka panjang kita memiliki kapasitas yang sangat besar untuk menampung lebih banyak informasi daripada yang kita bayangkan (Huitt, 2003; Schunk, 2004).    
       
         Implikasi Cognitive Information Processing dalam proses pembelajaran:

a. Untuk memudahkan pemrosesan informasi guru memberikan instruksi secara terorganisir, misalnya dengan menggunakan peta pikiran atau peta konsep.
b. Menghubungkan materi baru dengan pengetahuan sebelumnya.
c. Memberikan tanda tertentu atau penekanan pada poin yang paling penting.
d. Memori jangka pendek memiliki keterbatasan sehingga guru dapat mengatasinya gan menggunakan berbagai macam media pembelajaran baik visual, audio, audio visual atau multimedia. e. Membuat strategi encoding dalam metari yang dipelajari, misalnya dengan membuat jembatan keledai atau singkatan, simbol, dan gambar yang menarik, misalnya dengan Mind mapping.
f. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikan apa yang dipelajari sehingga mampu membuat kesimpulan hasil dan menerapkannya dalam kehidupan nyata.
g. Guru jangan mengajarkan konsep serupa yang membingungkan terlalu berdekatan waktunya.
h. Menggunakan metode yang berbeda untuk mengajarkan konsep yang sama.
i. Mendorong "self-regulation" pada peserta didik

5. Meaningful Learning Theory 
         Pembelajaran bermakna merupakan metode pembelajaran yang menentang hafalan dan mengacu pada cara belajar di mana pengetahuan baru untuk memperoleh hubungan dengan pengetahuan sebelumnya (Ausubel 2000). Meaningful Learning Theory disusun berdasarkan teori kognitif pembelajaran (Cognitive Learning Theory) dan teori pengolahan informasi (Cognitive Information Processing) manusia, 3 proses inti pembelajaran adalah:

  • bagaimana pengetahuan dikembangkan;
  • bagaimana pengetahuan baru yang terintegrasi ke dalam sistem kognitif yang sudah ada; dan 
  • bagaimana pengetahuan menjadi otomatis. 
David Ausubel menjelaskan bahwa teori belajar kognitif berfokus pada pembelajaran mata pelajaran sekolah dan memperhatikan bahwa siswa memiliki pengetahuan awal sebagai penentu utama materi belajar berikutnya. Ausubel menjelaskan bahwa belajar sebagai proses aktif, dimana siswa tidak hanya menanggapi tetapi juga memahami lingkungan mereka dengan mengintegrasikan pengetahuan baru dengan yang telah mereka pelajari. Konsep kunci dari teori pembelajaran bermakna adalah struktur kognitif yang dimiliki siswa dan belajar merupakan proses aktif, dimana proses belajar dipandang sebagai proses membawa suatu informasi yang baru ke dalam struktur kognitif dan semua pengetahuan yang kita peroleh serta hubungan antara fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang membentuk pengetahuan itu berkaitan dengan pengetahuannawal sebelumnya dalam struktur kognitif sehingga membuat hubungan yang bermakna. Inilah yang disebut dengan proses pembelajaran yang bermakna.
     
      Implikasi Meaningful Learning Theory dalam pembelajaran:
a. Belajar bukanlah sekedar hafalan tetapi merupakan proses aktif siswa mengkaitkan informasi baru dengan pengetahuan awal yang sudah diperoleh sebelumnya sehingga membentuk hubungan yang bermakna.
b. Belajar hafalan akan mudah hilang dari memori dibandingkan dengan belajar bermakna.
c. Guru harus memperhatikan pengetahuan awal siswa agar memiliki keterkaitan dengan bahan ajar. Jika siswa memiliki konten yang relevan dalam struktur kognitifnya dengan informasi baru yang ia pelajari maka pembelajaran dapat bermakna. Jika siswa tidak memiliki pengetahuan awal yang relevan dengan strukktur kognitif dan informasi baru yang dia pelajari maka siswa akan belajar secara hafalan.
d. Guru harus memahami tentang struktur kognitif siswa yang tersusun secara sistematis dan terorganisir, mulai dari yang kompleks hingga sederhana sampai yang sulit hingga yang mudah. Hal ini penting untuk diperhatikan guru terutama dalam memilih metode pembeljaran, menyusun bahan ajar dan soal evaluasi
e. Pembelajaran bermakna merupakan proses membawa informasi baru ke dalam struktur kognitif, membandingkannya dengan informasi yang sudah ada dalam struktur kognitif, dan membentuk hubungan baru antara informasi baru dengan informasi yang ada. Sehingga guru dalam menyusun bahan ajar agar menyesuaikan dengan hal-hal yang berhubungan dengan dunia dan kehidupan sehari-hari anak sehingga lebih bermakna.
f. Guru dalam menyusun bahan ajar dan menjelaskannya kepada siswa harus memperhatikan karakteristik struktur kognitif yaitu dalam mengajarkan materi baru dimulai dari yang lebih umum kemudian ke hal yang lebih khusus
g. Bahan ajar yang bermakna lebih lama bertahan dalam memori karena memiliki lebih banyak hubungan dengan bagian lain dari pengetahuan dalam struktur kognitif siswa.
h. Struktur kognitif yang dimiliki siswa dapat berubah karena proses pembelajaran yang berlangsung. i. Belajar bermakna dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengetahuan awal yang dimiliki siswa, dan bagaimana siswa membangun keterkaitan materi baru dengan struktur kognitif yang dimilikinya. j. Bahan ajar dapat disusun secara tematik integratif untuk membangun kebermaknaan.
k. Guru harus memperhatikan kesiapan siswa untuk belajar. Pembelajaran bermakna bukanlah hafalan sehingga belajar akan bermakna jika siswa memiliki pengetahuan yang sudah ada dalam struktur kognitifnya dimana ada hubungan dengan materi baru. Siswa akan siap belajar tentang materi baru ketika mereka memiliki pengetahuan yang sudah cukup dan berhubungan dalam struktur kognitifnya dengan materi baru yang akan dipelajari. Kesiapan belajar tidak berhubungan dengan beberapa tahap perkembangan tetapi berhubungan dengan pengetahuan prasyarat tertentu dalam struktur kognitifnya.
l. Memberikan praktek pembelajaran secara aktif kepada siswa untuk memberikan pengalaman langsung terhadap materi baru yang dipelajarinya. Hal ini bertujuan agar memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghubungkan informasi baru ke dalam struktur kognitifnya.Praktek pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperkuat hubungan antara informasi baru dengan informasi yang telah ada dalam struktur kognitifnya sehingga tidak cepat hilang (lupa).
   
     Perbedaan praktek dalam teori behavioris (Skinner) dengan belajar bermakna (David Ausubel). Dalam behavioris menurut Skinner praktek merupakan hal penting dalam membentuk perilakau karena belajar terjadi hanya ketika perilaku diperkuat. Dalam teori kognitif Ausubel pentingnya latihan dalam belajar adalah untuk memberikan kesempatan bagi proses internal yang terjadi dalam otak siswa, dimana informasi baru dibawa ke dalam struktur kognitif, dan dihubungkan dengan informasi lain sehingga terjadi hubungan yang bermakna.

6. Cognitive Developmental Approach 
         Tokoh pendekatan perkembangan adalah Jean Piaget, seorang ahli biologi Swiss, percaya bahwa anak-anak mengembangkan kognisi dan pengetahuan melalui serangkaian tahap perkembangan, setiap tahap terjadi secara berurutan melalui proses asimilasi, akomodasi, dan membangun schemata, yang ditransfer ke tahap berikutnya dan dibangun lebih lanjut atas secara konstruktivistik. Asimilasi merupakan proses memasukkan struktur logis baru (atau skema) ke yang sudah ada. Akomodasi merupakan proses memodifikasi struktur logis atau skema. Equalibriation merupakan keseimbangan antara struktur kognitif asimilasi dan akomodasi dalam mencapai pengetahuan. Egosentrisme merupakan kegagalan untuk memahami bagaimana cara pandang orang lain berbeda dengan dirinya. Egosentrisme dapat timbul pada setiap tahap perkembangan, tetapi dalam bentuk yang baru dan berbeda.
        Keempat tahap pembangunan dijelaskan dalam teori Piaget sebagai:
a. Tahap sensorimotor: dari lahir sampai usia dua tahun. Anak-anak belajar dan berpikir melalui gerakan dan panca indera dengan memanipulasi objek benda di sekitar mereka. Selama sensorimotor anak-anak sangat egosentris, mereka tidak dapat melihat dunia dari sudut pandang orang lain.
b. Tahap praoperasional: 2 – 7 tahun Dimulai ketika anak mulai belajar berbicara pada usia dua dan berlangsung sampai usia tujuh. Anak, masih belum mampu melakukan operasi, yaitu tugas-tugas yang dapat melakukan anak secara mental, bukan fisik. Berpikir dalam tahap ini masih egosentris, artinya anak memiliki kesulitan melihat sudut pandang orang lain. Tahap Pra-operasional dibagi menjadi dua sub tahapan: simbolik, dan pikiran intuitif. Fungsi Simbolis adalah ketika anak-anak mampu memahami, mengingat dengan simbol dan gambar untuk mewakili benda di sekitar mereka. Pemikiran Intuitif ketika anak-anak mengajukan banyak pertanyaan karena memiliki rasa ingin tahu segala hal.
c. Tahap operasional konkret: usia 7-11 tahun Anak-anak sekarang dapat berpikir logis tetapi terbatas pada apa yang mereka secara fisik bisa dimanipulasi. Mereka tidak lagi egosentris. Anak-anak juga meningkatkan secara drastis dengan keterampilan mengelompokkan.
d. Tahap operasional formal: usia 11 – dewasa Anak-anak sekarang dapat berpikir secara abstrak dan memanfaatkan metakognisi.

        Implementasi Teori Perkembangan Kognitif dalam pembelajaran di SD:
1. Pada kelas awal siswa masih dalam perkembangan praoperasional sehingga guru harus memperhatikan karakteristik perkembangan kognitif siswa agar tepat dalam memiih dan menggunakan metode pembelajaran. Pada tahap ini penggunaan simbol, gambar, dan benda konkret dapat membantu siswa dalam memahami materi. Penggunaan simbol pada tahap ini meliputi :

  •  Imitasi tidak langsung Guru menggunakan benda-benda tiruan untuk mewakili benda asli. 
  • Permainan Simbolis Sifat permainan simbolis ini juga imitatif, yaitu anak mencoba meniru kejadian yang pernah dialami. Contoh: anak perempuan yang bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya adalah adiknya. 
  • Menggambar Unsur gambaran mentalnya terletak pada “usaha anak untuk memulai meniru sesuatu yang riel”. Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lainnya. 
  • Bahasa Ucapan Anak menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian. Guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menceritakan peristiwa menyenangkan yang oernah dialaminya. 

2. Pada kelas tinggi kelas 4-kelas 6 anak-anak berada pada tahap operasional konkret.
       Pada tahap ini perkembangan sistem pemikiran didasarkan pada aturan-aturan logis. Beberapa proses yang terjadi pada tahap ini dan implikasi dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

  1. Pengurutan Yaitu kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
  2. Klasifikasi Kemampuan untuk mengelompokkan dan memberi nama serta mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain. Misalnya mengelompokkan benda hidup dan benda tak hidup, mengelompokkan bilangan genap dan ganjil. 
  3. Decentering Kemampuan anak mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Misalnya: kemampuan siswa menyelesaiakan soal perkalian yang berkaitan dengan kehidupan sehar- 
  4. Reversibility Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya 
  5. Konservasi Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi gelas yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi gelas lain. 
  6. Penghilangan sifat Egosentrisme Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain misalnya: Guru menggunakan metode diskusi kelompok untuk melatih sikap sosial anak. 

3. Guru hendaknya memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
4. Guru hendaknya melibatkan anak-anak secara aktif dala kegiatan pembelajaran untuk menemukan sendiri pemahamannya dengan bimbingan guru.
5. Guru hendaknya mengajarkan matematika anak yang sesuai dengan intuisi siswa bukan matematika formal untuk orang dewasa.
6. Guru harus memahami bahwa terdapat perbedaan individu pada masing-masing siswa sehingga berpengaruh terhadap perkembangan kognitif siswa. Pemberian remidial dan pengayaan kepada siswa untuk memfasilitasi perkembangan kognitif dan pemahamn siswa.

7. Social Formation Theory 
     Vygotsky merupakan salah satu tokoh yang dipengaruhi kuat oleh tulisan-tulisan Karl Marx tentang social formation dan dipengaruhi kuat oleh karya Pavlov. Beberapa ide tentang masyarakat dan tentang tindakan kolektif ditemukan dalam teori Vygotsky. Vygotsky berpikir bahwa dunia sosial memainkan peran utama dalam perkembangan kognitif. Dia melihat bahasa sebagai alat utama tidak hanya untuk komunikasi tetapi juga untuk membentuk pikiran individu. Cara kognisi dapat dipahamu melalui kerangka sejarah dan budaya. Vygotsky menempatkan penekanan pada aspek sosial dan budaya belajar. Aspek-aspek tertentu dari pekerjaan Vygotsky telah mempengaruhi pendidikan, khususnya konsep zona perkembangan proksimal (ZPD) yang dikembangkan berdasarkan teori konstruktivis. Karya Vygotsky tidak muncul dari penelitian empiris melainkan didasarkan pada teori-teori budaya, ekonomi, sosial, dan pandangan politik komunisme yang diadakan pada saat revolusi. Vygotsky percaya bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi orang. Belajar menekankan pada kontribusi orang dalam kelompok dan tanggung jawab bersama. Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran sosial harus mendahului dan mendorong perkembangan kognitif. Pengembangan muncul ketika seseorang bekerja dalam lingkungan sosial dengan orang lain untuk mengembangkan makna bersama.
       Menurut Vygotysky (1976, P86) Zona Pengembangan proksimal (ZPD) merupakan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau dengan teman sebaya yang lebih mampu, sehingga terjadi proses pembelajaran yang optimal antara siswa yang mampu dengan siswa yang kurang mampu terjalin kerja sama untuk saling mambantu.
      Implikasi social formation theory dalam pembelajaran:
a. Penerapan ZPD dalam pembelajaran bahwa siswa harus mengerjakan tugas-tugas yang menantang di mana mereka membutuhkan bantuan dan kerjasama dalam rangka menyelesaikan tugas dengan sukses. Hal ini juga menyiratkan bahwa pembelajaran harus melibatkan konstruksi sosial pengetahuan, tidak bekerja sendirian.
b. Peran guru sebagai fasilitator yang memberikan panduan atau latihan untuk membantu siswa mengerjakan tugas-tugas yang menantang yang terletak pada ZPD, bukan memberitahu siswa jawaban yang benar atau memberikan siswa informasi yang akan dipelajari. Sebaliknya guru hanya membantu dan member dukungan kepada peserta didik untuk berjuang menyelesaikan tugas-tugas yang tidak cukup diselesaikan sendiri.
c. Interaksi sosial sangat penting untuk belajar karena belajar terjadi sebagai akibat dari pembangunan pengetahuan ketika siswa bekerja sama dengan siswa lainnya.
d. Budaya dimana anak dibesarkan memiliki peranan bagi perkembangan intelektual anak. Bahasa yang termasuk unsur dari budaya membantu siswa memahami ilmu pengetahuan. Karya-karya seni yang termasuk produk budaya menambah pengetahuan siswa melalui tulisan dan karya-karya seni budaya daerahnya.

8. Representation and Discovery Learning
         Belajar penemuan (Discovery Learning) adalah teknik pembelajaran berbasis penyelidikan dan dianggap sebagai pendekatan berbasis konstruktivis untuk pendidikan. Hal ini didukung oleh karya teoretisi belajar dan psikolog Jean Piaget, Jerome Bruner, dan Seymour Papert. Jerome Bruner berpendapat bahwa "Praktek dalam menemukan sendiri untuk diri sendiri mengajarkan seseorang untuk memperoleh informasi dengan cara yang membuat informasi lebih mudah layak dalam pemecahan masalah" (Bruner, 1961, hal. 26). Filosofi ini kemudian menjadi gerakan pembelajaran menunjukkan bahwa kita harus 'belajar dengan melakukan'. Belajar penemuan ketika siswa tidak disediakan jawaban yang tepat melainkan bahan untuk menemukan jawaban sendiri.
        Pembelajaran penemuan terjadi dalam memecahkan situasi masalah di mana pelajar mengacu pada pengalamannya sendiri dan pengetahuan sebelumnya dan merupakan metode pengajaran di mana siswa berinteraksi dengan lingkungannya dengan mengeksplorasi dan memanipulasi benda, bergulat dengan pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Untuk mendukung konsep dasar pembelajaran penemuan, Bruner (1961) mengemukakan bahwa siswa lebih mungkin untuk mengingat konsep jika mereka menemukan mereka sendiri yang bertentangan dengan orang-orang yang diajarkan langsung. Ini adalah dasar dari pembelajaran penemuan.
        Implikasi discovery learning dalam pembelajaran di SD:
a. Dalam pembelajaran siswa harus melekukan penyelidikan atau melakukan prosedur sesuai perintah tugas. Guru berperan sebagai fasilitator untuk menyediakan hal yang diperukan siswa. Siswa menjelaskan hasil penemuannya. Pada bagian akhir, guru dapat memberikan penguatan dan kesimpulan supaya tidak terjadi kesalahan, kesalahpaham dan kebingungan pada siswa. Meluruskan knsep yang kurang tepat dari yang disampaikan isswa.
b. Siswa memerlukan bimbingan ketika melakukan kegiatan penemuan dari guru.
c. Sebelum kegiatan belajar dengan penemuan guru sebaiknya memberikan pengetahuan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menyediakan bantuan selama melaksanakan tugas.
d. Pembelajaran penemuan memungkinkan siswa menghasilkan ide-ide dan gagasan yang tidak terduga.

9. Constructivist Approach
         Pendekatan konstruktivis didasarkan pada keyakinan bahwa pembelajaran terjadi ketika peserta didik secara aktif terlibat dalam proses membangun makna dan pengetahuan, bukan pasif menerima informasi, sehingga menumbuhkan pemikiran kritis, menciptakan motivasi dan kemandirian siswa. Kerangka teoritis ini menyatakan bahwa pembelajaran selalu dibangun di atas pengetahuan bahwa seorang siswa sudah tahu; pengetahuan ini sebelum disebut skema. Karena semua pembelajaran disaring melalui schemata, konstruktivis menyatakan bahwa belajar lebih efektif bila siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran daripada mencoba untuk menerima pengetahuan secara pasif.
    Pendekatan konstruktivistik dikembangkan oleh John Dewey dan Jean Piaget. Ide Dewey pendidikan berpengaruh menunjukkan bahwa pendidikan harus terlibat dengan dan memperbesar pengalaman dan eksplorasi pemikiran dan refleksi terkait dengan peran pendidik. Peran Piaget dalam pengajaran konstruktivis menunjukkan bahwa belajar dengan memperluas pengetahuan yang dibangun dari basis pengetahuan sebelumnya (skemata). Anak-anak bukanlah kertas kosong yang siap menerima transfer ilmu tetapi anak-anak belajar dengan baik ketika mereka diizinkan untuk membangun pemahamannya sendiri berdasarkan pengalaman langsung yang dialami dan merenungkan pengalamnnya.
      Implikasi pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran di SD yaitu:
a. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memberikan mereka pengalaman belajar langsung melalui pelatihan.
b. Menciptakan lingkungan belajar yang demokratis sehingga siswa memiliki kesempatan mengungkapkan gagasannya, dan guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa.
c. Proses pembelajaran adalah kegiatan yang interaktif dan berpusat pada siswa. Siswa bekerja dalam kelompok dan belajar dan pengetahuan yang interaktif dan dinamis. Ada fokus yang besar dan penekanan pada keterampilan sosial dan komunikasi, serta kolaborasi dan pertukaran ide.
d. Guru memfasilitasi proses pembelajaran di mana siswa didorong untuk bertanggung jawab dan mandiri. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk menciptakan kelas konstruktivis adalah:

  • Percobaan: siswa secara individu melakukan percobaan dan kemudian membahas hasil secara bersama-sama. 
  • Proyek penelitian: siswa melalukan penelitian sederhana tentang suatu topik dan dapat mempresentasikan temuan mereka di depan kelas. 
  • Kunjungan lapangan. Hal ini memungkinkan siswa untuk menempatkan konsep dan ide-ide yang dibahas dalam kelas dalam konteks dunia nyata. Kunjungan lapangan akan sering diikuti dengan diskusi kelas. 
  • Film, menyediakan konteks visual yang dapat diamati siswa untuk menambah pengalaman belajar. 
  • Diskusi kelas. 

e . Peran guru adalah untuk mendorong dan memfasilitasi diskusi. Guru harus membimbing siswa pada dengan mengajukan pertanyaan yang akan menuntun mereka untuk mengembangkan kesimpulan mereka sendiri pada subjek.
Peran utama guru sebagai fasilitator antara lain:

  • Memberikan model melalui kegiatan demonstrasi sederhana yang kemudian diikuti dan dilanjutkan sendiri oleh siswa untuk membangun sendiri pemahamannya melalui pengalaman belajar secara langsung (hands on). 
  • Coaching (pelatih), pelatih yang baik dapat memotivasi peserta didik, analisis kinerja mereka, memberikan umpan balik dan saran terhadap kinerja dan cara belajar tentang bagaimana melakukan, dan menimbulkan refleksi dan artikulasi apa yang telah dipelajari. 

10. Social Approach (Pendekatan Sosial)
       Psikologi sosial (atau pendekatan sosial) merupakan teori belajar yang mempelajari individu dalam konteks sosial, seperti keluarga, teman, lembaga, dan masyarakat yang lebih luas. Perilaku sosial mungkin melibatkan aktivitas dalam suatu kelompok atau antara kelompok. Menurut psikolog sosial perilaku seseorang dipengaruhi oleh kenyataan, sesuatu yang dibayangkan ataupun pengaruh keberadaan orang lain. Pendekatan sosial menekankan pentingnya konteks sosial, interaksi manusia dalam situasi kehidupan nyata dalam membentuk perilaku, dan memahami perilaku sosial. Kekuatan utama psikologi sosial adalah upaya untuk menggunakan situasi kehidupan nyata ketika mempelajari perilaku.
        Aplikasi dalam pembelajaran:
a. Diskusi kelompok dalam belajar dapat menghapus adanya strata sosial di kalangan anak-anak
b. Perilaku sosial anak-anak dapat berkembang melalui interaksi dengan teman seebabya atau guru
c. Melalui diskusi kelompok mampu memecahkan masalah yagn dihadapi kelompok secara bersam-sama
d. Dalam pola interaksi sosial perilaku sosial seseorang dipengarhi oleh etika, sehingga guru perlu menetapkan beberapa peraturan untuk mengatur perilaku siswa agar terbangun interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa yang harmonis.

11. Technological Approach 
         Technological Approach (Pendekatan teknologi) didasarkan pada connectivism dikembangkan oleh George Siemens dengan keyakinan bahwa teori-teori pembelajaran saat ini termasuk Behaviorisme, Kognitivisme dan Konstruktivisme gagal untuk mengatasi sifat pembelajaran di era digital. Pengetahuan tidak lagi hanya berada dalam pikiran individu, namun didistribusikan di beberapa jaringan berbantuan teknologi. (Siemens, 2005). Perkembangan teknologi di era digital menuntut pengembangan informasi yang cepat, akurat, dan relevan sehingga dapat mengubah cara hidup, komunikasi dan belajar.
       Technological Approach (Connectivism) adalah teori belajar, karena alasan berikut yang dijelaskan oleh George Siemens:
1) Teori belajar tradisional tidak dapat cukup menangani perubahan dramatis yang terjadi dalam pengetahuan, masyarakat dan teknologi, memaksa teori-teori baru untuk dijelajahi,
2) Unsur teknologi memberikan kemudahan dalam konstruksi pengetahuan,
3) Teknologi telah mengubah komunikasi manusia, arus informasi, dan perubahan dalam pembelajaran,
4) Belajar tidak harus dipandang sebagai suatu peristiwa, tetapi sebuah proses yang melibatkan kognisi, memori, emosi, keyakinan, dan persepsi.
   
Elemen-elemen pokok dalam technological approach adalah:
1) Network Connection untuk mengakses informasi,
2)Pengetahuan yang akurat dan up to date,
3) Pengambilan keputusan, merupakan elemen penting dari siswa untuk memutuskan materi mana yang penting untuk dipelajari,
4) Kapasitas siswa untuk belajar,
5) Kemampuan untuk menentukan hubungan antara beberapa bidang, ide, dan konsep yang mendasar,
6) Integrasi kognisi dan emosi untuk menemukan makna belajar,
7) Koneksi dalam jaringan untuk memfasilitasi pembelajaran terus menerus,
8) Belajar melibatkan peralatan non-manusia, seperti database atau jaringan,
9) Belajar terjadi dalam berbagai cara. Sebagai contoh, email, blog, secara online dan percakapan online (Siemens, 2004)
     
       Implikasi Technological Approach dalam pembelajaran di SD:
1. Penggunaan media pembelajaran elektronik seperti LCD, Laptop, Komputer dalam proses pembelajaran.
2. Penggunaan multimedia dalam proses pembelajaran untuk memfasilitasi pemahaman siswa.
3. Penerapan e-learning di beberapa sekolah dengan memanfaatkan jaringan internet.
4. Menyediakan sumber belajar yang bervariasi dan relevan dengan mengakses informasi terbaru dengan fasilitas internet memungkinkan anak memperoleh pengetahuan yang up tu date.
5. Belajar menjadi tidak terbatas oleh ruang dan waktu karena siswa dapat mengakses sumber belajar kapan pun dan dimana pun.
6. Memungkinkan pembelajaran jarak jauh sehingga pembelajaran tidak harus dalam ruangan kelas dengan bertatap muka secara langsung.

        Hal-hal yang perlu diperhatikan guru dalam mengimplementasikan technological approach dalam pembelajaran adalah guru harus memantau siswa secara intensif agar mereka tidak terjebak pada informasi yang salah atau tidak sesuai dengan tingkat umur mereka. Pendampingan dan pengawasan perlu dilakukan baik oleh guru atau orang tua di rumah saat anak-anak mengakses ilmu dari internet. Guru maupun orang tua perlu memberikan pengertian bahwa tidak semua informasi dari internet dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, sehingga siswa perlu berhati-hati dalam membaca ilmu dari internet. Hal ini perlu dilakukan secara intensif dan pendampingan dari guru maupun orang tua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemahaman Matematika

Pemahaman Matematika Pendidikan Matematika Realistik